Jumat, 09 Oktober 2015

Dibalik Hujan



   

 Dibalik Hujan 

 Erlangga Putra Awan Dwiantara adalah siswa kelas 12 ipa 3 SMA Atlantik 12 Bandung  ia adalah siswa yang teramat pandai di SMA tersebut ia selalu menjadi bintang kelas dalam kelasnya dan ia selalu menjuarai kejuaraan apapun dibidang akademik. Semua guru sangatlah bangga dan kagum padanya teman temannya pun begitu. Awan mempunyai teman yang bernama Senja Putri Hapsari  
    Gerimis lembut telah menyapa pagi hari ini, jam baru menunjukkan pukul 05.00 wib. Seperti biasa Awan malas bangun dan berangkat sekolah jika hujan datang. Ia hanya akan dirumah tidak akan pergi kemana mana.
     Pukul 06.30 wib dan Awan belum juga bangun padahal alarmnya telah berbunyi beberapa kali. Telepon rumah berdering, mbok inah mengangkatnya                                                           mbok Inah: “halo,selamat pagi dengan siapa ya?”
Senja: “ ini saya senja mbok Awan berangkat sekolah nggak sekarang?”
Mbok Inah: “ nggak mbak kalo hujan dipagi hari mas Awan nggak bangun dan nggak ke sekolah”
Senja:  “loh kok bisa gitu mbok emangnya kenapa?”
Mbok Inah: “ simbok juga nggak tau mbak,udah kebiasaan gitu mbak”
Senja: “ yaudah mbok makasih”
Mbok Inah: “ iya mbak sama sama”
      Mas Awan sudah bangun belum sekarang sudah jam 09.00 simbok sudah siapkan sarapan di meja makan, makan dulu nanti Mas Awan sakit. Simbok mau ke pasar dulu. Rumah sepi hanya Awan yang berada dirumah,Awan pun keluar dari kamar menuju meja makan. Awan makan sendiri di meja makan menghadap ke arah selatan tepat menghadap foto keluarga yang terpasang di dinding. Masih teringat jelas dalam ingatannya bagaimana Ayah dan Ibunya selalu bergantian memberi nasihat sebelum Awan akan berangkat sekolah,masih teringat juga bagaimana Ibunya merapikan baju Awan,merapikan dasi Awan,merapikan rambut Awan,semua itu masih teringat dengan jelas di ingatan Awan tapi semua itu tak akan pernah ada dan tak akan pernah terulang kembali. Perlahan butiran air mata turun mengaliri pipi Awan.
Mbok Inah: “ Mas Awan sudah bangun?”
Awan: “sudah mbok,simbok dari mana?”
Mbok Inah: “ simbok dari pasar Mas. Sudah makan Mas?”
Awan: “ sudah mbok”
Mbok Inah: “simbok ke dapur dulu ya Mas naruh belanjaan”
Awan: “ iya mbok”
    Awan masuk kamar dan duduk di meja belajarnya sambil menghidupkan komputernya dan ia mulai mengetik beberapa kata menjadi kalimat menjadi paragraf dan akhirnya menjadi sebuah cerita. Ia menuangkan semua yang ada dalam pikirannya dalam bentuk tulisan cerita agar semua yang ada dalam pikirannya apa yang baru ia dapatkan apa yang baru ia temukan apa kenangan hari ini semua ia tuliskan dalam ceritanya. Awan mulai mengingat akan masa lalunya.
      Senja adalah sahabat Awan sejak kecil namun saat lulus SD dan masuk SMP Senja dan Awan berpisah sekolah Awan pindah rumah ke Medan mengikuti kedua orang tuanya dan Senja masih di Bandung.
    Saat kelulusan SD Awan dan Senja mendapat peringkat pertama dan kedua. Mereka telah berjanji akan masuk sekolah yang sama dan akan terus bersama sampai mereka masuk Universitas. Namun takdir berkata lain mereka harus berpisah saat hari kelulusan. Janji mereka yang akan terus bersama pupus sampai disini. Namun Awan berjanji meski mereka berjauhan tidak lagi bersama mereka tetap akan berkomunikasi.
   Awan sekolah di SMP Kebangsaan Medan. Awan tidak mempunyai teman saat itu karena dia adalah siswa baru yang masuk sekolah setelah masa orientasi siswa,ia dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya dengan mudah karena semua teman temannya disana sangatlah ramah dan baik hati. Sampai pada akhirnya Awan bertemu dan dekat dengan seorang gadis yang bernama Rinai Hujan Lestari Dewi yang biasa akrap disapa Hujan. Mereka berdua duduk dikelas yang sama yaitu kelas VII E Awan murid yang pandai begitupun Hujan. Mereka selalu bersama,berangkat sekolah sampai pulang sekolah mereka selalu berdua saat dirumahpun mereka juga bermain bersama,keluarga Awan dekat dengan Hujan sebaliknya keluarga Hujan juga dekat dengan Awan. Karena saking dekatnya dengan Hujan Awan sampai lupa akan janjinya dengan Senja yang akan selalu berkomunikasi walau mereka berjauhan.
    Waktu terus berlalu sudah dua tahun Awan dan Senja berpisah,pada awalnya mereka masih sempat berkomunikasi namun lama lama Awan mulai sibuk dengan dunianya sendiri. Sesungguhnya Senja mempunyai rasa yang lebih pada Awan namun Senja tidak berani mengungkapkan perasaanya pada Awan karena dia hanya ingin selalu bersama Awan tidak harus memiliki Awan seutuhnya. Senja berharap Awan disana tidak melupakannya meski Awan telah mempunyai teman baru.
    Kelas VIII C sangat ramai siang hari itu semua siswa sedang berdiskusi mengenai study wisata yang akan diadakan sekolah. Semua siswa kelas VIII C akan masuk dalam satu bus yang sama dan mereka akan duduk dengan teman teman mereka tidak bergabung dengan kelas yang lain. Semua bersenang dan bergembira namun tidak dengan Awan,ia sedang memikirkan suatu hal. Jika tidak bergabung dengan kelas lain maka Awan tidak bisa satu bus dengan Hujan,padahal ia ingin sekali satu bus dengan Hujan dan duduk dekat dengan Hujan,Awan hanya dapat berharap semoga ia dapat satu bus dengan Hujan.
    Hari yang ditunggu akan segera tiba,besok pagi mereka akan berangkat study wisata dan malam ini Awan sedang mempersiapkan semua barang barang dan pakaian yang akan ia pakai dan yang akan ia bawa besok. Harapan Awan untuk satu bus dengan Hujan terkabul namun mereka tidak dapat duduk bersama karena Hujan duduk di depan dan awan duduk di belakang. Pukul 07.00 semua siswa telah berkumpul di lapangan besar SMP Kebangsaan Medan. Semua telah siap untuk berangkat berwisata. Setelah apel pagi yang panjang dan membosankan, mereka satu per satu masuk ke dalam bus masing masing dan duduk pada posisi masing masing yang telah ditentukan oleh sekolah. Perjalanan pun dimulai.
    Satu minggu lagi ulangan akhir semester dua,semua siswa bersiap untuk ulangan akhir semester dua. Ulangan akhir pun dimulai pada hari senin dan berakhir pada hari sabtu. Pada hari sabtu sepulang sekolah Hujan berjanji akan membawa Awan ke suatu tempat yang indah yang Awan belum tau. Mereka berjanji akan bertemu ditaman biasa mereka bermain. Jam tangan Awan menunjukkan pukul 16.30  dan Hujan belum sampai ditaman padahal Awan sudah menunggu lebih dari 2 jam. Sdah berulang kali Awan mencoba menelpon nomor Hujan namun sama saja operator yang menjawab. Perasaan Awan tidak enak ada apa sebenarnya dengan Hujan tidak biasanya Hujan telad ataupun lupa dengan janjinya. Pukul 17.00 Awan pulang meninggalkan taman ia berniat akan kerumah Hujan nanti malam. Malam harinya saat Awan kerumah Hujan rumah Hujan sepi dan tidak ada orang dirumahnya.
    Tiga hari berlalu dan selama itu pula Hujan tidak ada kabar.
Awan: “ sebenarnya Hujan kemana sudah tiga hari dia gaada kabar dan dia juga gak masuk sekolah,dia pergi kemana kenapa dia berhianat akan janjinya,tidak biasanya Hujan seperti ini apa yang terjadi dengan Hujan.”
     Sepulang sekolah Awan berniat untuk kerumah Hujan,sungguh kaget Awan dengan apa yang dilihatnya saat itu. Ayah hujan yang terlihat bijaksana,berwibawa ternyata melakukan korupsi di perusahaan ia bekerja dan hari ini ia ditangkap oleh polisi dan akan malaksanakan sidang pada hari selasa depan. Ibu,kakak,adik,dan Hujan tidak percaya itu mereka menangis dan berusaha menahan polisi agar tidak menangkap ayah Hujan tapi polisi tetap membawa ayah Hujan. Aku datang menghampiri Hujan.
Awan: “ yang sabar Hujan,aku yakin kalo ayahmu tidak bersalah pasti ayahmu akan dibebaskan”(duduk disamping Hujan)
Hujan: “ ayahku gak salah kan Awan,ayahku orang baik gak mungkin ayah melakukan korupsi pasti ini salah paham.”
Awan: “ iya pasti ayahmu gak salah pasti ayahmu akan dibebaskan. Udah gausah nangis lagi kamu jelek kalo nangis idungnya tambah pesek hehe”(sambil memencet hidung Hujan)
Hujan: “ apaan sih kamu Wan?”
Awan: “ udah ah jangan nangis lagi, mana Hujan yang aku kenal yang selalu ceria dan riang?”
Hujan: “ tersenyum ke arah Awan dan berkata kamu sahabat aku yang paling baik”
Awan: “ emang aku baik baru sadar kamu”
Hujan, Awan : “ hahahaha” ( tertawa bersama)
    Saat Hujan tersenyum entah mengapa rasanya hati Awan terasa damai,dan ingin selalu melihat Hujan tersenyum seperti itu padanya tidak pada orang lain. Awan sadar bahwa ia memiliki perasaan pada Hujan perasaan bukan sekedar teman atau sahabat tapi lebih dari itu.
Awan: “ apa aku harus bilang sama Hujan kalo aku punya rasa sama dia,aku takut jika dia tau aku punya perasaan yang lain dia akan menghindar dari aku” ( duduk di kursi belakang rumah dengan bingung dan bimbang)
    Sidang pertama ayah Hujan telah dimulai. Keputusan jaksa menyatakan bahwa ayah Hujan bersalah dan melakukan korupsi serta suap, maka dari itu ayah hujan dijatuhkan hukuman penjara 10 tahun penjara dan denda 100 juta. Ibu Hujan histeris dan pingsan,Hujan menangis tersedu dalam pelukan ku. Ia tidak percaya bahwa ayahnya berbuat seperti itu padahal ayahnya adalah orang yang sangat ia banggakan dan ia kagumi karena kecerdasan dan kebijaksanaannya dalam memimpin keluarga. Hujan bagaikan mendapat tamparan menggunakan besi yang sangat keras dan sangatlah menyayat hati yang sulit untuk diobati bahkan sulit untuk disembuhkan karena luka ini sangatlah dalam kedalam lubuk hati yang paling dalam.
     Awan sedih melihat keadaan Hujan sekarang yang sangat berantakan,kurang perhatian,dan seperti orang gila. Ibu Hujan depresi dan masuk Rumah Sakit Jiwa, kakak dan adik Hujan ikut kakek dan neneknya di Pekanbaru hanya Hujan yang ada di Medan dan tinggal sendirian dirumah.
     Hari ini penerimaan raport ibu Awan mengambilkan raport Awan dan Hujan. Awan mendapat peringkat pertama dikelasnya dan peringkat dua paralel se kelas delapan,Hujan mendapat peringkat satu dikelas dan peringkt satu paralel se kelas delapan. Biasanya Awan dan Hujan akan melihat bintang di belakang rumah Awan jika mereka mendapat peringkat yang baik namun untuk saat ini kebiasaan itu tidak di jalani karena keadaan Hujan sekarang.
     Hujan menyambut minggu pagi hari ini,Awan pergi kerumah Hujan dengan naik taksi. Saat memasuki rumah Hujan,rumah sangat sepi tidak seperti dulu yang ramai dan penuh canda tawa diantara semua anggota keluarga. Awan memanggil Hujan dan tidak ada jawaban. Awan masuk ke kamar Hujan dan kamar Hujan sepi tidak ada orang,ada sebuah surat di atas ranjang. Awan membukanya.
Dear Awan......
Awan maafkan aku yang selama ini mungkin banyak salah sama kamu,kamu adalah teman sekaligus sahabatku yang baik selalu ada dalam semua keadaan. Awan kamu sekarang tau keadaanku bagaimana aku gak pantes buat kamu aku tau kalo kamu punya perasaan yang lain sama aku aku juga punya perasaan yang sama dengan kamu tapi aku ini perempuan aku gak mungkin mulai dulu aku nunggu kamu tapi kamu gak bilang sama aku,aku tau kamu masih teringat dengan temanmu yang bernama Senja mungkin bukan sekedar teman tapi orang sepesia buat kamu. Yaudah Wan aku gapapa kok cinta gak harus memiliki. Aku juga sadar gak mungkin kita bersama karna keadaanku sekarang yang sudah miskin,keluarga berantakan,hidupku juga berantakan. Aku mau minta maaf sama kamu jika aku punya salah sama kamu dan aku mau pergi jauh dari hidup kamu terus berprestasi ya Awan semoga kelak kamu menjadi orang yang sukses. Gausah cari aku pergi kemana aku pergi jauh dan mungkin gak akan kembali lagi ke dunia ini. Salam terakhirku buat kedua orang tua kamu ya Awan. Aku sayang kamu aku pergi dulu biarkan aku pergi dengan tenang.

                                                                                                                         .......Hujan.......
     Awan pergi berlari keluar rumah ia terus berlari dan mencari Hujan meskipun hujan mengguyuri tubuhnya ia tak memperdulikannya dalam fikirnnya ia akan mencari Hujan dan akan membawa Hujan pulang kerumah. Ditengah jalan kota yang agak lengang Awan melihat Hujan sedang berdiri di pinggir jalan bergegas Awan menghampiri Hujan dan menyeret Hujan dalam pelukannya.
Awan: “ kamu mau kemana? Jangan pergi jangan tinggalin aku disini sendiri”
Hujan: “ aku harus pergi aku tidak akan selamanya disini sama kamu”
Awan: “ kamu mau pergi kemana?”
Hujan: “ pergi jauh dan gak akan pulang lagi”
Awan: “ gausah ngaco ayok pulang sama aku sekarang”
Hujan: “ engga Awan aku gak akan pulang”
Awan: “  terus kamu mau kemana? Pulang aja sama aku ya”
Hujan: “ maaf Erlangga Putra Awan Dwiantara aku gak bisa dan aku gak akan pulang”
Awan: “ katanya kamu sayang sama aku,katanya kamu juga punya rasa yang sama dengan aku,jika kamu sayang sama aku ayok kita pulang”
Hujan: “ sekali lagi maaf Awan aku gak bisa aku harus pergi”(berlari meninggalkan Awan)
Hujan melepaskan pelukan Awan dan berlari ke tengah jalan. Awan berusaha memanggil Hujan dan berlari mengikutinya. Dari arah yang berlawanan ada sebuah mobil truk yang melaju dengan kencang Awan berusaha memanggil Hujan
Awan: “ Hujan awas ada truk “ (berteriak)
Hujan: “ biarin,udah Awan gausah ngikutin aku lagi”
Awan: “ Hujannnnnn awasssssss”
Brukkkkkkk,tubuh Hujan terseret beberapa meter dari jalanan. Awan berlari menuju Hujan.
Awan: “ Hujan kamu gapapa kamu masih denger aku kan? Hujan jawab aku”(memangku tubuh Hujan dan menggetarkan tubuh Hujan)
Hujan: “ maafin aku Awan. Aku beruntung sempat jadi sahabat kamu,biarin aku pergi”(suara Hujan mulai lemah)
Awan: “ engga,kita ke rumah sakit sekarang kamu bertahan”
Lampu ruang operasi sudah menyala dan operasi Hujan sedang berlangsung.
Awan: “ mama Hujan di dalem dia lagi berusaha hidup,aku pingin masuk ma aku ingin ada disamping Hujan ma”(duduk disamping mamanya dan bersandar pada bahunya)
Mama: “ sudah sayang sekarang kita doain Hujan ya gausah nangis gaada gunanya nangis”(sambil mengusap air mata Awan yang membasahi pipinya)
Awan: “ kasihan Hujan ma”
Mama: “ mama tau sayang udah kita do’ain aja ya sayang biar Hujan cepet sembuh operasinya berhasil”
Dokter keluar dari ruang operasi.
Awan: “ gimana dok?keadaan teman saya gimana?”
Dokter: “ mohon maaf kami sudah berusaha sekuat dan sebisa kami tapi Hujan tidak bisa diselamatkan”
Awan: “ dokter bohong kan Hujan pasti sembuh kan dok”
Dokter: “ mohon maaf,yang sabar do’akan saya semoga arwahnya diterima disisinya. Saya mohon pamit”
Awan: “ mama dokter tadi bohong kan sama Awan Hujan pasti sembuh kan ma? Iya kan?”
    Pemakaman Hujan dilaksanakan sore hari pukul 15.00. semua teman temannya datang kerumah Hujan dan tidak percaya dengan apa yang terjadi tadi pagi pukul 10.00. mereka tidak percaya bahwa Rinai Hujan Lestari Dewi anak terpandai di sekolah meninggal karena suatu masalah keluarga.Tidak ada lagi Rinai Hujan Lestari Dewi anak terpandai di SMP Kebangsaan Medan,semua tentang Hujan kini hanyalah sebuah kenangan.
Kartika: “ Awan kamu liat kejadian tadi?”
Awan: “ iya aku liat Tik”
Kartika: “ kita semua tau perasaan kamu udah gausah nangis biarin Hujan pergi dengan tenang”
Awan: “ kenapa harus Hujan? kenapa harus dia yang pergi? Kenapa harus dia yang menanggung semua ini?”
Kartika: “ udah yang sabar kita doain aja”
    Tahun ajaran baru dimulai. Awan duduk dikelas IX A. Awan memulai kehidupan baru tanpa Hujan disampingnya lagi. Karena sudah kelas IX maka Awan ada tambahan jam pelajaran baik disekolah maupun di rumah ia ingin lulus dengan nilai terbaik.
     Namun hal itu terjadi lagi dulu sahabatnya kini keluargabya sendiri. Ayah dan ibunya pagi itu akan berangkat ke Korea ada pekerjaan disana,awan ditinggal dirumah sendiri bersama Simbok Inah. Hari itu hujan ayah dan ibunya harus tetap berangkat. Pukul 08.00 mereka bersiap berangkat ke bandara Awan dan simbok juga ikut. Saat turun dari mobil Awan berlari menuju pinggir jalan yang disana terdapat sebuah taman,Awan ingin ke taman. Saat ia berlari menuju taman dan ia tidak melihat bahwa ada mobil yang melaju ayah dan ibunya melihat saat mobil itu mulai dekat dengan Awan mereka berlari menyelamatkan Awan dan akhirnya mobil itu menabrak kedua orang tua Awan dan mereka meninggal ditempat.
Setelah kelulusan Awan dan mbok Inah kembali ke Bandung dan Awan melanjutkan sekolah di Bandung. Awan tinggal dengan mbok Inah sampai saat ini dan semua biaya hidup Awan ditanggung oleh perusahaan Ayah dan Ibunya bekerja dulu.
Awan dan Senja kini kembali bersama. Mereka sekolah dalam sekolah yang sama dan mengambil jurusan yang sama. Namun Senja tidak pernah tau bahwa Awan mempunyai sebuah rahasia besar yang tidak ada satu orangpun tau selain mbok Inah padahal Senja adalah sahabat dekat Awan sendiri,Awan tidak mau semua orang tau tentang masa lalunya.
    Senja tidak tau yang sesungguhnya terjadi pada Awan karena saat itu mereka berjauhan. Senja sangat suka dengan hujan apalagi gerimis karena saat hujan turun hati terasa damai,suasana senyap sepi dan udara sejuk tapi itu berbanding terbalik dengan Awan.
     Bel pulang sekolah berbunyi semua siswa berhamburan keluar kelas dan bergegas pulang,tapi tidak dengan Awan ia tetap bergeming di bangkunya tidak bergerak sama sekali. Senja menghampiri Awan
Senja: “ Awan ayok pulang”
Awan: “ kamu duluan aja”
Senja: “ kamu gak asik masak aku pulang sendiri ayok pulang bareng”
Awan: “ kamu duluan aja diluar masih hujan”
Senja: “ kita ujan ujanan aja kan asik haha”
Awan: “ engga kamu kalo mau pulang duluan gapapa aku nanti nunggu hujan reda”
Senja: “ ayolah Wan kita pulang bareng biasanya kan kita pulang bareng” ( sambil menarik lengan Awan)
Awan: “ nanti diluar masih hujan,kamu pulang duluan gapapa” ( Awan menjawab dengan santai)
Senja: “ ah Awan yaudah terserah kamu”
mereka pulang setelah hujan turun. Terpaksa Senja mengikuti kemauan Awan karna takut nanti Awan akan marah padanya. Dan saat hujan turun saat pagi hari pasti Awan tidak berangkat sekolah dan saat hujan turun sepulang sekolah pasti Awan akan menunggu hujan reda baru ia akan pulang. Lama kelamaan Senja mulai curiga dengan sikap Awan dulu Awan tidak seperti ini kenapa sekarang Awan berubah, ia berusaha mencari tau kenapa Awan sepertinya takut dengan hujan. Setelah Ujian Nasional selesai baru Senja tau alasan mengapa Awan takut dengan hujan.
       Sudah dua kali Awan melihat orang yang ia sayang meninggal saat hujan turun dan tertabrak mobil. Awan benci hujan Awan tidak suka dengan hujan. Saat hujan turun mengingatkannya akan masa lalunya yang suram dan sangat mengerikan. Ia harus kehilangan sahabat,ayah,dan ibunya dengan cara yang sama dan hanya berselang waktu tidak lama. Untuk itu Awan tidak akan pergi saat hujan turun meskipun itu berangkat sekolah. Sejak saat itu Senja tau bahwa Awan mempunyai masa lalu yang kelam dibalik hujan.
Selesai

Senin, 10 Agustus 2015

Analisis Cerpen Juru Masak

 Unsur Intrinsik
   Judul        : Juru Masak
  Tema         :  Bidang Keahlian
  Setting       :
a)    Tempat
-        Lareh Panjang : ( Makaji yang merupakan juru masak nomer satu di Lareh Panjang.)
-         Rumah Mangkudun : ( Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak)
b)    Waktu
-         Beberapa tahun lalu : ( Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamdji yang digelar dengan menyembilih tiga belas ekor kambing dan berlangsung tiga hari.)
-         Sejak dulu : ( Sejak dulu, Makaji tidak pernah keberatan membantu keluarga mana saja.)
-         Kini : ( Azrial kini sudah menjadi juragan, punya enam rumah makan dan dua puluh empat anak buah yang tiap hari melayani pelanggan.)
-         Sejak ibunya meninggal : ( Sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah tidak ada yang merawat.)
-         Dua hari sebelum perhelatan berlangsung : ( Dua hari sebelum perhelatan berlangsung, Azrial putra dari makaji dating dari Jakarta. Ia pulang untuk menjemput makaji.)
c)     Suasana
-         Kacau : ( Apabila Makaji tidak dilibatkan gulai kambing akan terasa hambar.)
-         Bingung : ( Rombongan mempelai pria tiba, gulai kambing, gulai nangka, gulai kentang, gulai rebung, dan aneka hidangan yang tersaji bukan masakan Makaji.)
-         Kesal : ( Kalau besok gulai nangka masih sehambar ini, kenduri tak usah dilanjutkan!.)
-         Debat : ( “Mungkin sudah saatnya Ayah berhenti.”
 “ Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,”balas Makaji.)
-         Sedih : ( Dengan berat hati Azrial melupakan Renggogeni.)
D.    Tokoh dan Watak :
a)    . Makaji
-         Baik hati : ( Makaji tidak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta.)
-         Pekerja keras : ( Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya gesit meracik bumbu, masih kuat ia berjaga semalam suntuk.)
-         Tanggung jawab : ( Beri Ayah kesempatan satu kenduri lagi, anak gadis Mangkudun dipinang orang. Sudah terlanjur Ayah sanggupi, malu kalau tiba-tiba dibatalkan.)
b)    Mangkudun
-         Sombong : ( Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!)
-          Keras kepala : ( Mangkudun benar-benar menepati janji Renggogeni , bahwa ia akan mencarikan jodoh yang sepadan dengan anak gadisnya.)
c)     Azrial
-         Baik hati : ( Bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah satu rumah makan milik saya di Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan Ayah.)
-         Pendendam : ( Dengan maksud mengacaukan perhelatan  Mangkudun, Makaji diboyong ke Jakarta oleh Azrial.)
-         Pekerja keras : ( Awalnya ia hanya tukang cuci piting di rumah makan milik seorang perantau, kini Azrial sudah jadi juragan, punya enam rumah makan dan dua puluh empat anak buah.)
d)     Renggogeni
-         Baik hati : ( Dia laki-laki taat, jujur, bertanggung jawab.)
-         Pintar : ( Tidak banyak orang Lereh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti Renggogeni.)
-         Penurut : ( Karena menuruti kemauan Ayahnya untuk di jodohkan.)
E.   Alur
Alunya yaitu maju mundur atau campuran.
F.    Sudut Pandang
Sudut Pandangnya yaitu orang ketiga serba tahu
Karena pengarang sudah mengetahui apa yang akan terjadi jika tidak ada Makji.
G.   Amanat
 -         dalam hidup jangan terlalu membeda bedakan karena itu merupakan hal yang tidak baik dan semua manusia itu sama tidak berbeda
-         belajar dari masa lalu untuk masa yang akan datang dan tidak usah dendam pada orang meskipun kita telah disakiti olehnya.

           Unsur Ekstrinsik

A)   Nilai Sosial
( Makaji tidak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta.)
B)    Nilai Budaya
( Dengan adanya khas budaya dari Lareh Panjang yaitu berupa makanan seperti : Gulai kambing, gulai nangka, gulai kentang, gulai rebung,  adanya pusaka peninggalan sesepuh adat Lereh Panjang, dan adanya pesilat turut ambil bagian memeriahkan pesta perkawinana.)
C)   Nilai Moral
( Buruk : “Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masal!”.
Baik : “ Kalau memang masih ingin jadi juru masak, bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah satu rumah makan milik saya di Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan Ayah.”)

Sastrawan angkatan 20an sampai sekarang dengan hasil karyanya



Pujangga Lama
Salah satu halaman Hikayat Abdullah
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.[1]
Karya Sastra Pujangga Lama
Sejarah
    Sejarah Melayu (Malay Annals)
    Tuhfat al-Nafis (Bingkisan Berharga) karya Raja Ali Haji
Hikayat
    Hikayat Abdullah
    Hikayat Aceh
    Hikayat Amir Hamzah
    Hikayat Andaken Penurat
    Hikayat Bayan Budiman
    Hikayat Djahidin
    Hikayat Hang Tuah
    Hikayat Iskandar Zulkarnain
    Hikayat Kadirun
    Hikayat Kalila dan Damina
    Hikayat Masydulhak
    Hikayat Pandawa Jaya
    Hikayat Pandja Tanderan
    Hikayat Putri Djohar Manikam
    Hikayat Sri Rama
    Hikayat Tjendera Hasan
    Tsahibul Hikayat

    Syair Bidasari
    Syair Hukum Nikah karya Raja Ali Haji
    Syair Ken Tambuhan
    Syair Siti Shianah karya Raja Ali Haji
    Syair Sultan Abdul Muluk karya Raja Ali Haji
    Syair Suluh Pegawai karya Raja Ali Haji
    Syair Raja Mambang Jauhari
    Syair Raja Siak
Gurindam
    Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji
Kitab agama
    Syarab al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri
    Asrar al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri
    Nur ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
    Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri
Sastra Melayu Lama
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.
Karya Sastra Melayu Lama
    Robinson Crusoe (terjemahan)
    Lawan-lawan Merah
    Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
    Graaf de Monte Cristo (terjemahan)
    Kapten Flamberger (terjemahan)
    Rocambole (terjemahan)
    Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)
    Bunga Rampai oleh A.F van Dewall
    Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe
    Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
    Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya



Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)
    Cerita Nyi Paina         
    Cerita Nyai Sarikem
    Cerita Nyonya Kong Hong Nio
    Nona Leonie
    Warna Sari Melayu oleh Kat S.J
    Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
    Cerita Rossina
    Nyai Isah oleh F. Wiggers
    Drama Raden Bei Surioretno
    Syair Java Bank Dirampok
    Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang
    Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen
    Tambahsia
    Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo
    Nyai Permana
    Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)
    dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya
Angkatan Balai Pustaka
Abdul Muis sastrawan Indonesia Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" karena ada banyak sekali karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.[2]
Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam
perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa itu.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:
    Merari Siregar
        Azab dan Sengsara (1920)
        Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
        Cinta dan Hawa Nafsu
    Marah Roesli
        Siti Nurbaya (1922)
        La Hami (1924)
        Anak dan Kemenakan (1956)
    Muhammad Yamin
        Tanah Air (1922)
        Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
        Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
        Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
    Nur Sutan Iskandar
        Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)
        Cinta yang Membawa Maut (1926)
        Salah Pilih (1928)
        Karena Mentua (1932)
        Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
        Hulubalang Raja (1934)
        Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
    Tulis Sutan Sati
        Tak Disangka (1923)
        Sengsara Membawa Nikmat (1928)
        Tak Membalas Guna (1932)
        Memutuskan Pertalian (1932)
    Djamaluddin Adinegoro
        Darah Muda (1927)  

        Asmara Jaya (1928)
    Abas Sutan Pamuntjak Nan Sati
        Pertemuan (1927)
    Abdul Muis
        Salah Asuhan (1928)
        Pertemuan Djodoh (1933)
    Aman Datuk Madjoindo
        Menebus Dosa (1932)
        Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
        Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
Pujangga Baru
Sutan Takdir Alisjahbana pelopor Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.
Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
    Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
    Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru
    Sutan Takdir Alisjahbana
        Dian Tak Kunjung Padam (1932)
        Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935)
        Layar Terkembang (1936)
        Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)
    Hamka
        Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938)
        Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (1939)
        Tuan Direktur (1950)
        Didalam Lembah Kehidoepan (1940)
    Armijn Pane
        Belenggu (1940)
        Jiwa Berjiwa
        Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960)
        Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)
        Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)
        Habis Gelap Terbitlah Terang - Terjemahan Surat R.A. Kartini (1945)
    Sanusi Pane
        Pancaran Cinta (1926)
        Puspa Mega (1927)
        Madah Kelana (1931)
        Sandhyakala Ning Majapahit (1933)
        Kertajaya (1932)
    Tengku Amir Hamzah
        Nyanyi Sunyi (1937)
        Begawat Gita (1933)
        Setanggi Timur (1939)
    Roestam Effendi
        Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan
        Pertjikan Permenungan
    Sariamin Ismail
        Kalau Tak Untung (1933)
        Pengaruh Keadaan (1937)
    Anak Agung Pandji Tisna
        Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
        Sukreni Gadis Bali (1936)
        I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)
    J.E.Tatengkeng 

        Rindoe Dendam (1934)
    Fatimah Hasan Delais
        Kehilangan Mestika (1935)
    Said Daeng Muntu
        Pembalasan
        Karena Kerendahan Boedi (1941)
    Karim Halim
        Palawija (1944)
Angkatan 1945
! Informasi lebih lanjut: Angkatan 1945
Chairil Anwar pelopor Angkatan 1945
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
    Chairil Anwar
        Kerikil Tajam (1949)
        Deru Campur Debu (1949)
    Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
        Tiga Menguak Takdir (1950)
    Idrus
        Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
        Aki (1949)
        Perempuan dan Kebangsaan
    Achdiat K. Mihardja
        Atheis (1949)
    Trisno Sumardjo
        Katahati dan Perbuatan (1952)
    Utuy Tatang Sontani
        Suling (drama) (1948)
        Tambera (1949)
        Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
    Suman Hs.
        Kasih Ta' Terlarai (1961)
        Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
        Pertjobaan Setia (1940)
Angkatan 1950 - 1960-an
    ! Artikel utama untuk kategori ini adalah Kesusastraan Indonesia Periode 1950-1965.
Pramoedya Ananta Toer novelis generasi 1950-1960
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an
    Pramoedya Ananta Toer
        Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)
        Bukan Pasar Malam (1951)
        Di Tepi Kali Bekasi (1951)
        Keluarga Gerilya (1951)
        Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
        Perburuan (1950)
        Cerita dari Blora (1952)
        Gadis Pantai (1962-65)
    Nh. Dini
        Dua Dunia (1950)
        Hati jang Damai (1960)
    Sitor Situmorang
        Dalam Sadjak (1950)
        Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
        Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
        Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
        Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
    Mochtar Lubis
        Tak Ada Esok (1950)
        Jalan Tak Ada Ujung (1952)
        Tanah Gersang (1964)
        Si Djamal (1964)
    Marius Ramis Dayoh
        Putra Budiman (1951)
        Pahlawan Minahasa (1957)
    Ajip Rosidi
        Tahun-tahun Kematian (1955)
        Ditengah Keluarga (1956)
        Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)
        Cari Muatan (1959)
        Pertemuan Kembali (1961)
    Ali Akbar Navis
        Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
        Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)
        Hujan Panas (1964)
        Kemarau (1967)
    Toto Sudarto Bachtiar
        Etsa sajak-sajak (1956)
        Suara - kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
    Ramadhan K.H
        Priangan si Jelita (1956)
    W.S. Rendra
        Balada Orang-orang Tercinta (1957)
        Empat Kumpulan Sajak (1961)
        Ia Sudah Bertualang (1963)
    Subagio Sastrowardojo
        Simphoni (1957)
    Nugroho Notosusanto
        Hujan Kepagian (1958)
        Rasa Sajangé (1961)
        Tiga Kota (1959)
    Trisnojuwono
        Angin Laut (1958)
        Dimedan Perang (1962)
        Laki-laki dan Mesiu (1951)
    Toha Mochtar
        Pulang (1958)
        Gugurnya Komandan Gerilya (1962)
        Daerah Tak Bertuan (1963)
    Purnawan Tjondronagaro
        Mendarat Kembali (1962)
    Bokor Hutasuhut
        Datang Malam (1963)
Angkatan 1966 - 1970-an
Taufik Ismail sastrawan Angkatan 1966
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966
    Taufik Ismail
        Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
        Tirani dan Benteng
        Buku Tamu Musim Perjuangan
        Sajak Ladang Jagung
        Kenalkan
        Saya Hewan
        Puisi-puisi Langit
    Sutardji Calzoum Bachri
        Amuk
        Kapak
    Abdul Hadi WM
        Meditasi (1976)
        Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
        Tergantung Pada Angin (1977)
    Sapardi Djoko Damono
        Dukamu Abadi (1969)
        Mata Pisau (1974)
    Goenawan Mohamad
        Parikesit (1969)
        Interlude (1971)
        Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
        Seks, Sastra, dan Kita (1980)
    Umar Kayam
        Seribu Kunang-kunang di Manhattan
        Sri Sumarah dan Bawuk
        Lebaran di Karet
        Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
        Kelir Tanpa Batas 

        Para Priyayi
        Jalan Menikung
    Danarto
        Godlob
        Adam Makrifat
        Berhala
    Nasjah Djamin
        Hilanglah si Anak Hilang (1963)
        Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)
    Putu Wijaya
        Bila Malam Bertambah Malam (1971)
        Telegram (1973)
        Stasiun (1977)
        Pabrik
        Gres
        Bom
    Djamil Suherman
        Perjalanan ke Akhirat (1962)
        Manifestasi (1963)
    Titis Basino
        Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
        Lesbian (1976)
        Bukan Rumahku (1976)
        Pelabuhan Hati (1978)
        Pelabuhan Hati (1978)
    Leon Agusta
        Monumen Safari (1966)
        Catatan Putih (1975)
        Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
        Hukla (1979)
    Iwan Simatupang
        Ziarah (1968)
        Kering (1972)
        Merahnya Merah (1968)
        Keong (1975)
        RT Nol/RW Nol
        Tegak Lurus Dengan Langit
    M.A Salmoen
        Masa Bergolak (1968)
    Parakitri Tahi Simbolon
        Ibu (1969)
    Chairul Harun
        Warisan (1979)
    Kuntowijoyo
        Khotbah di Atas Bukit (1976)
    M. Balfas
        Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
    Mahbub Djunaidi
        Dari Hari ke Hari (1975)
    Wildan Yatim
        Pergolakan (1974)
    Harijadi S. Hartowardojo
        Perjanjian dengan Maut (1976)
    Ismail Marahimin
        Dan Perang Pun Usai (1979)
    Wisran Hadi
        Empat Orang Melayu
        Jalan Lurus
Angkatan 1980 - 1990an
Hilman Hariwijaya penulis cerita remaja pada dekade 1980 dan 1990
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekde 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an
    Ahmadun Yosi Herfanda
        Ladang Hijau (1980)
        Sajak Penari (1990)
        Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
        Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
        Sembahyang Rumputan (1997)
    Y.B Mangunwijaya
        Burung-burung Manyar (1981)
    Darman Moenir
        Bako (1983)
        Dendang (1988)
    Budi Darma
        Olenka (1983)
        Rafilus (1988)
    Sindhunata
        Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
    Arswendo Atmowiloto
        Canting (1986)
    Hilman Hariwijaya
        Lupus - 28 novel (1986-2007)
        Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003)
        Olga Sepatu Roda (1992)
        Lupus ABG - 11 novel (1995-2005)
    Dorothea Rosa Herliany
        Nyanyian Gaduh (1987)
        Matahari yang Mengalir (1990)
        Kepompong Sunyi (1993)
        Nikah Ilalang (1995)
        Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)
    Gustaf Rizal
        Segi Empat Patah Sisi (1990)
        Segi Tiga Lepas Kaki (1991)
        Ben (1992)
        Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
    Remy Sylado
        Ca Bau Kan (1999)
        Kerudung Merah Kirmizi (2002)
    Afrizal Malna
        Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
        Yang Berdiam Dalam Mikropon (1990)
        Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991)
        Dinamika Budaya dan Politik (1991)
        Arsitektur Hujan (1995)
        Pistol Perdamaian (1996)
        Kalung dari Teman (1998)
    Templat:Lintang Sugianto
        Templat:Matahari Di atas Gilli (1997)
        Templat:Kusampaikan kumpulan puisi (2002)
        Templat:Menyapa Pagi Anak Aceh (2004)

Angkatan Reformasi
Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang "Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra -- puisi, cerpen, dan novel -- pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
    Widji Thukul
        Puisi Pelo
        Darman
Angkatan 2000-an
Andrea Hirata salah satu novelis tersukses pada dekade pertama abad ke-21
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
    Ahmad Fuadi
        Negeri 5 Menara (2009)
        Ranah 3 Warna (2011)
    Andrea Hirata
        Laskar Pelangi (2005)
        Sang Pemimpi (2006)
        Edensor (2007)
        Maryamah Karpov (2008)
        Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
    Ayu Utami
        Saman (1998)
        Larung (2001)
    Dewi Lestari
        Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
        Supernova 2: Akar (2002)
        Supernova 3: Petir (2004)
        Supernova 4: Partikel (2012)
    Habiburrahman El Shirazy
        Ayat-Ayat Cinta (2004)
        Diatas Sajadah Cinta (2004)
        Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
        Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
        Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
        Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
        Dalam Mihrab Cinta (2007)
    Herlinatiens
        Garis Tepi Seorang Lesbian (2003)
        Dejavu, Sayap yang Pecah (2004)
        Jilbab Britney Spears (2004)
        Sajak Cinta Yang Pertama (2005)
        Malam Untuk Soe Hok Gie (2005)
        Rebonding (2005)
        Broken Heart, Psikopop Teen Guide (2005)
        Koella, Bersamamu dan Terluka (2006)
        Sebuah Cinta yang Menangis (2006)
    Raudal Tanjung Banua
        Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
        Ziarah bagi yang Hidup (2004)
        Parang Tak Berulu (2005)
        Gugusan Mata Ibu (2005)
    Seno Gumira Ajidarma
        Atas Nama Malam
        Sepotong Senja untuk Pacarku
        Biola Tak Berdawai